1. Pengertian Perkembangan
Ilmu jiwa perkembangan kadang-kadang disebut ilmu jiwa
genitis, ilmu jiwa anak. Akan tetapi kebanyakan pakar mempergunakan istilah
psikologi perkembangan (Kartono, 1992 : 134). Adapun perkembangan adalah
perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir
sampai mati. Sedangkan pertumbuhan merupakan dalam bentuk integrasi dari
bagian-bagian fungsional.
Dari pengertian di atas, memberikan kesan bahwa
perkembangan merupakan proses perubahan yang hanya dapat diamati dengan
memperhatikan perubahan-perubahan dalam bentuk tingkah laku pada saat setelah
mencapai kematangan. Kematangan menunjukan kepada proses intrinsik dari pencapaian tahap-tahap perkembangan.
Kematangan lebih merupakan gejala biologis daripada gejala psikologis atau
belajar (Hamalik, 1992 : 84).
Menurut Bareng Langefeld dan Weld juga mencakup istilah
pertumbuh-an dan perkembangan menjadi satu kata, yaitu "kematangan".
Dengan alasan bahwa manusia disebut "matang" jika fisik dan psikisnya
telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat-tingkat
tertentu. (Mapiare, 1982 : 43).
Istilah-istilah pertumbuhan dan perkembangan sering
digunakan orang secara "interchangeably" artinya kedua istilah
itu dipakai secara silih berganti dengan maksud yang sama. Walaupun sebenarnya
masing-masing istilah itu mempunyai pengertian yang berbeda. (Sumanto, 1990 :
39).
Menurut pandangan ahli biologi, istilah
"pertumbuhan" diartikan sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk,
berat atau ukuran dimensi tubuh dan bagian-bagiannya. Sedangkan istilah
"perkembangan" dimaksud untuk menunjukkan perubahan-perubahan dalam
bentuk atau bagian tubuh dan integritas berbagai bagiannya ke dalam suatu
kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu berlangsung.
Menurut Crow and Crow bahwa perkembangan pada umumnya
dibatasi oleh adanya perubahan-perubahan struktural dan fisiologis (jasmani),
sejak bentuk janin hingga dewasa. Maka dengan demikian jelaslah, bahwa manusia
dengan alamnya adalah merupakan suatu yang maha komplek dan saling bercampur
antara faktor pertumbuhan jasmaniah dan faktor perkembangan rohaniah. Maka
lebih lanjut menurut Crow and Crow, untuk membedakan istilah pertumbuhan dan
perkembangan, seyogyanya berpandangan bahwa pertumbuh-an adalah proses
perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jasmaniah. Sedangkan perkembangan
merupakan proses perubahan yang berhubungan dengan kehiduan kejiwaan.
Perubahan-perubahan tersebut biasanya melahirkan tingkah
laku yang dapat ditandai meskipun tidak dapat diukur, namun dapat memastikan
kapankah fase-fase yang terjadi pada manusia (Salahuddin, 1990 : 70-71). Jadi
kedua istilah di atas yaitu antara pertumbuhan dan perkembangan, tidak bisa
dipisahkan melainkan sangat berkaitan dan saling membutuhkan antara satu dengan
yang lainnya. Akan tetapi peristiwa perkembangan juga bisa ditandai dengan
adanya sifat-sifat yang baru, berbeda dari sebelumnya (Kasiran, 1983 : 23).
Namun perkembangan menurut B. Hurloch, bahwa perkembangan itu bukan hanya sifat
individual dan lingkungan yang dapat menentukan tingkah laku, akan tetapi juga
proses kematangan dan pengalaman (B.Hurloch, 1968 : 12).
Namun untuk lebih
memfokuskan pembahasan, maka perkembangan yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah perkembangan anak yaitu kelompok usia muda yang batasan umurnya antara
6-12 tahun, dalam prosesnya diharapkan dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan
yang berlaku umum setiap umur atau
fase-fase perkembangan yang akan dan sedang dilalui oleh seorang anak.
2. Prinsip-Prinsip Perkembangan
Dari pengertian tentang perkembangan di atas, maka dapat
dikemuka-kan adanya prinsip-prinsip perkembangan, adapun prinsip-prinsip
perkembangan yang aktif itu terletak di dalam diri anak sendiri. Jelasnya perkembangan
itu bukan proses yang selalu digerakkan oleh faktor-faktor atau pengaruh dari
luar (di luar individu anak). Akan tetapi gejala perkembangan dikendalikan dan
diberi corak tertentu oleh pembawaan. Jiwa anak yang dinamis memberikan
kekuatan dan corak tertentu pada segala tingkah lakunya, dan mendorong
fase-fase perkembangan secara berturut-berturut. Oleh karena itu dikatakan
bahwa mesin perkembangan itu secara kodrati sudah dilengkapi dengan
self-starter yang mengatur tempo dan irama perkembangan anak.
Dari pernyataan di atas, psikologi lebih suka
menggunakan istilah prinsip, aturan atau kaidah, dari pada istilah hukum.
Beberapa prinsip perkembangan yang mendasari perkembangan setiap anak, antara
lain :
1. Pemenuhan kebutuhan sebagai dinamika
aktivitas anak.
2. Tempo dan ritme perkembangan yang khas
(Kartono, 1995 : 37, 47)
3. Perkembangan tidak terbatas dalam arti
tumbuh menjadi besar, tetapi mencakup rangkaian perubahan yang bersifat
progresif, teratur dan berkesinambungan.
4. Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum
menuju yang khusus.
5. Perkembangan terjadi karena faktor
kematangan dan belajar, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pembawaan
(D.Gunarsah, : 4-6)
6. Laju perkembangan bersifat individual
dan setiap individu itu berbeda, sehingga memiliki ciri khas sendiri (Hamalik,
1992 : 86).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
Adanya sesuatu hal, pasti
ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu disamping membahas
tentang perkembangan anak, skripsi ini juga akan membahas faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Adapun yang mempengaruhi perkembangan adalah sejumlah faktor
yang memungkinkan atau mempengaruhi warna jalannya peristiwa atau kejadian
tersebut, namun manusia melihat kenyataan, bahwa tidak semua manusia berkembang
sebagaimana yang diharapkan. Dari ini semua lahirlah di dalam pemikiran manusia
problem-problem tentang kemungkinan-kemungkinan perkembangan dan realisasi
potensi manusia. Maka dari sini para ahli telah bertikai pendapat dalam hal
faktor mana yang lebih dominan pengaruhnya, sehingga pandangan-pandangan
tersebut telah menimbulkan bermacam-macam teori mengenai perkembangan tingkah
laku manusia, yang antara lain terhimpun dalam tiga pandangan besar
(Salahuddin, 1990 : 77).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak adalah :
a. Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat
bahwa segala perkembangan manusia telah ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir.
Pembawaan yang ada pada waktu dilahirkan itulah yang
menentukan hasil perkembangannya (Purwanto, 1990 : 14). Menurut pandangan bahwa
faktor hereditas (pembawaan) yang bersifat kodrat dari kelahiran, tidak dapat
diubah oleh pengaruh apapun, meskipun ia sudah dewasa dan dididik. Pendidikan
tidak akan dapat mengubah manusia, karena potensi itu bersifat kodrati. Adapun
faham ini dipelopori oleh seorang tokoh Jerman yang bernama Schopenhauer.
Dengan demikian konsepsi dari faham aliran ini, dalam
dunia pendidikan menimbulkan pandangan yang pesimisme, sebab menerima
kepribadian sebagaimana adanya dan memandang pendidikan sebagai suatu usaha
yang tidak berdaya dalam keribadian manusia (Pasaribu dan Simanjuntak, 1984 :
14).
b. Aliran Empirisme
Aliran empirisme ini
mengutamakan peranan faktor pengalaman, lingkungan atau pendidikan dan tidak
mengakui peranan faktor dasar atau pembawaan sejak lahir. Menurut kaum empiris,
perkembangan individu semata-mata tidak dimungkinkan dan ditentukan oleh faktor
pembawaan, tidak memainkan peran sama sekali. Adapun tokoh aliran ini adalah
John Locke, yang mengatakan bahwa anak lahir bagaikan kertas putih. Ia juga
terkenal sebagai seorang yang menganggap pendidikan sebagai "Maha
Kuasa" untuk mencetak manusia macam apa saja yang dicita-citakan. Pengikut
aliran ini menunjukkan jasa pendidikan dengan segala fasilitas yang tersedia, dalam
menciptakan orang-orang besar kaliber dunia (Bawani, 1985 : 123).
Maka jelaslah baik
aliran nativisme maupun aliran empirisme sama-sama menyandang kelemahan, karena
pandangan masing-masing yang berat sebelah, lalu menyusullah aliran yang ketiga
yaitu gabungan dari kedua aliran di atas.
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori
oleh seorang tokoh yang berkebangsaan Jerman bernama William Stern. Dari
macam-macam teori yang didapat, hanya teori ini yang dapat diterima oleh para
ahli pada umumnya, karena teori ini merupakan salah satu hukum perkembangan
individu, di samping adanya hukum-hukum yang lain. Aliran ini juga mengakui
bahwa manusia bahwa pada dasarnya pembawaan dasar baik, atau sebaliknya. Maka
tugas pendidikan adalah mengarahkan dan membimbing sifat-sifat yang baik itu
supaya dapat berkembang secara wajar dan optimal.
Dan sebaliknya tugas pendidikan adalah menentukan
sifat-sifat yang buruk itu, agar sifat-sifat itu tidak dapat berkembang
(Salahuddin, 1990 : 79). Dan teori ini juga mempercayai adanya pengaruh dari
pendi-dikan sebagaimana dalil al-Qur'an dalam surat Ali Imron ayat 37 yang berbunyi :
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا
وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا (آل عمران)
Artinya : "Maka Tuhannya menerima dengan
penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah
menjadikan Zakariya pemeliharanya" (Q.S. Ali Imron : 37)
Maka dari itu kedua faktor antara pembawaan dan lingkungan itu sama-sama penting dan tidak dapat dipisah-pisahkan serta tidak dapat diingkari. Dengan pembawaan saja tanpa lingkungan, anak manusia tidak akan berkembang, begitu pula sebaliknya (Bawani, 1985 : 124).
Ketiga aliran tersebut di atas merupakan rumusan dari
sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, sehingga bila
diuraikan lebih rinci faktor-faktor tersebut sangat banyak dan luas. Namun
demikian, ketiga pendapat tersebut cukup representative untuk dijadikan pedoman
dalam mengembangkan faktor lain yang ikut menentukan perkembangan anak,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Kasmiran Woerjo, yang mula-mula membagi
faktor-faktor perkembangan menjadi dua, yaitu faktor Endogen dan faktor Eksogen
(Ibid : 125)
4. Periodisasi Perkembangan
Maksud dari periodisasi perkembangan anak adalah
pembagian seluruh masa perkembangan seseorang ke dalam periode-periode
tertentu. Dalam soal periodisasi ini juga mengundang perbedaan pendapat di
kalangan para ahli. Diantaranya adalah merasa keberatan diadakannya periodisasi
perkembangan, kemudian ada yang setuju walaupun dengan catatan tertentu. Akan
tetapi yang dinamakan ilmu jiwa perkembangan adalah ilmu amaliah yang
mewujudkan suatu amal yang ilmiah. Dari segi ini mau tidak mau adanya
periodisasi perkembangan menjadi teramat penting. Dengan mengetahui
periode-periode tertentu, maka seseorang akan mudah mengetahui bahkan
meramalkan sifat-sifat dan kecendrungan anak dalam masa-masa perkembangan.
Tanpa periodisasi, sesungguhnya kita tidak bisa menyebutkan istilah bayi, anak
kecil, dewasa dan lain sebagainya. Oleh karena itu setiap istilah tersebut
telah mengandung adanya periodisasi (Bawani, 1985 : 131-132).
Selanjutnya periodisasi haruslah dipandang sebagai upaya
"sekedar mempermudah" dalam mempelajari proses perkembangan
seseorang. Dalam kaitannya dengan periodisasi perkembangan ini, penulis
mencantumkan sebagian rumusan-rumusan periodisasi perkembangan menurut para
ahli, antara lain sebagai berikut :
a. Aristoteles
Menggambarkan perkembangan anak lahir sampai dewasa
dalam tiga periode, yaitu :
1. 0,0 - 7,0 tahun, masa anak kecil – masa
bermain.
2. 7.0 – 12.0 tahun, masa anak, masa
belajar.
3. 14,0 – 21,0 tahun, masa pubertas – masa
menuju dewasa (sujanto, 1988 : 59)
b. M. Montessori
Ia membagi perkembangan anak sejak lahir sampai
meninggal dunia dengan 4 periodisasi, yaitu :
1. 0,0 - 7,0 tahun, masa penerimaan dan
pengaturan luar dengan alat indra.
2. 7.0 – 12.0 tahun, masa rencana abstrak,
yaitu mulai mengenal kesusilaan.
3. 14,0 – 21,0 tahun, masa penemuan diri
dan kepekaan masa sosial
4. 18.0 - … masa mempertahankan diri
terhadap perbuatan-perbuatan negatif (Ibid : 60)
c. J. Haviguhrst
Yaitu berpangkal dari analisa perubahan psikis
seseorang, periodisasi perkembangan dapat disusun sebagai berikut :
1.
Umur 0
- 6 tahun, masa bayi dan masa anak kecil
2.
Umur 6
- 12 tahun, masa kanak-kanak atau masa sekolah
3.
Umur
12 – 18 tahun, masa remaja
4.
Umur
18 - 30 tahun, masa dewasa awal
5.
Umur
30 - 50 tahun, masa setengah baya, masa dewasa lanjut.
6.
Umur
50 tahun ke atas dinamakan masa lanjut usia atau tua (Bawani, 1985 : 138).
Dari beberapa uraian di atas tentang periodisasi
perkembangan penulis sudah banyak mencantumkan pendapat-pendapat ahli.
Tujuannya adalah meng-gambarkan dengan tepat dan cermat gejala-gejala kejiwaan
pada anak yang berbudaya dan normal sehingga yang diperhatikan hanyalah
sifat-sifat yang umum (Dakir, 1986 : 9).
Dengan demikian, perkembangan anak berdasarkan
periodisasi psikolo-gi diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran dalam
melaksanakan proses belajar mengajar dalam sistem pendidikan Islam, karena usia
yang masih dikatagorikan usia anak masih dimungkinkan untuk diusahakan
memperoleh proses pendidikan yang baik sehingga dapat membentuk integrasi watak
kepribadian intelektual dan profesionalitas yang baik pula. Oleh karena itu
ilmu jiwa perkembangan dibagi menjadi dua periodisasi, yang sesuai dengan
batasan umur, yaitu masa kanak-kanak awal antara umur 0 – 6 tahun dan masa
kanak-kanak akhir antara umur 6–12 tahun yang disebut juga anak masa sekolah.
Dalam pembahasan skripsi, yang dibicarakan adalah
kategori kanak-kanak akhir, yaitu masa
anak sekolah dasar yang pada umumnya berkisar umur 6 – 12 tahun.
5. Tugas-Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah sesuatu yang diharapkan dapat
dicapai seseorang dalam tahap-tahap perjalanan hidupnya (Bawani, 1995 : 115).
Tugas perkembangan juga didefinisikan sebagai tugas-tugas khusus yang dilakukan
oleh individu yang didorong oleh tekanan sosial (norma-norma sosial) agar
individu yang bersangkutan bisa mempertahankan perkembangan yang normal sebagai
makhluk sosial di tengah masyarakat, sehingga perkembangan mempu-nyai masa-masa
kematangan dan masa peka (dari setiap fugsi kejiwaan) yang harus dimanfaatkan
sebaik mungkin.
James C. Coleman dalam bukunya "Abnormal
psychology and modern life", membagi tugas-tugas perkembangan yang
normal dalam tujuh kegiatan, yaitu :
1.
Dari
ketergantungan kea rah kebebasan
2.
Dari
prinsip kenikmatan (bayangan) ke arah prinsip kenyataan
3.
Dari
arah untuk menilai pribadi sendiri ke arah dunia luar
4.
Dari
otoplastik kea rah aloplastik
5.
Dari
non produktif menjadi produktif
6.
Dari
deferensiasi ke arah diferensiasi
7.
Dari
serba tidak sadar ke arah serba sadar (Kartono, 1982 : 243)
Tugas perkembangan timbul karena adanya 3 macam kekuatan
yang berkerjasama, yaitu kematangan fisik tekanan-tekanan cultural dari
masyarakat dan nilai-nilai serta hasrat pribadi dari seseorang
(Soesilowindrani, tt : 23).
Pada masa kanak-kanak akhir, seseorang diharapkan
mencapai tugas-tugas perkembangan, diantaranya sebagai berikut :
1. Belajar bergaul dan bermain bersama
dengan teman-teman seusia
2. Belajar menyesuaikan diri dengan dirinya,
sebagai pria atau wanita
3. Mengembangkan keterampilan-keterampilan
dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
Dengan mengetahui tugas perkembangan tersebut,
diharapkan pendidik dapat mempersiapkan segala sesuatu yang dapat diperlukan
agar anak dapat berkembang secara wajar dan maksimal untuk menyongsong
perkembangan berikutnya, dan tugas perkembangan ini akan dapat dilaksanakan
jika anak sudah memasuki kematangan dalam aspek yang harus diwujudkan dalam
kenyataan.
6. Aspek-Aspek yang Berkembang dalam Fase-Fase Perkembangan
Akan tetapi dalam pembahasan skripsi ini, penulis hanya
mengungkap-kan beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
melaksanakan proses belajar mengajar pada sistem pendidikan Islam, diantaranya
adalah :
a. Aspek
Pengamatan
Pengamatan dapat didefinisikan sebagai gejala
mengenal benda-benda sekitar dengan menggunakan alat indera yakni :
penglihatan, pende-ngaran, perabaan, pembauan dan pengecapan (Ibid). Dalam
perkembangan jiwa anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat penting. Ada beberapa teori yang
membahas adanya fase-fase pengamatan, diantaranya adalah :
1) Teori Meuman
Ia membedakan dengan 3 fase pengamatan, yaitu :
1. Fase sintesa fantastis. Semua
pengamatan atau penghayatan anak memberikan kesan total. Hanya beberapa bagian
saja yang bisa ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya anak akan melengkapi
tanggapan tersebut dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7–8
tahun.
2. Fase analisa, 8 – 9 tahun. Ciri-ciri
dari macam-macam benda mulai doperhatikan oleh anak. Dan fantasi anakpun mulai
berkurang dan diganti dengan pemikiran yang lebih rasional.
3. Fase sintesa logis, 12 tahun ke atas.
Anak mulai memahami benda-benda dan peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya.
2) Teori Stern
Membagi fase fungsi pengamatan dengan 4 bagian, yaitu :
1. Masa mengenal benda : 0 – 8 tahun,
pengamatannya masih bersifat global. Disamping gambaran total yang
samara-samar, anak ini telah dapat membedakan benda-benda tertentu misalnya
manusia dan hewan.
2. Stadium pembuatan, 8 – 9 tahun. Anak
menaruh minat besar terhadap pekerjaan dan perbuatan orang dewasa dalam masa
ini anak telah memperlihatkan perbuatan manusia dan hewan.
3. Stadium hubungan (masa mengenal
hubungan), 9 – 10 tahun dan selanjutnya. Anak mulai mengenal hubungan antara
waktu perbuatan manusia dan hewan
4. Stadium perihal (sifat). Anak mulai
menganalisa hasil pengamatannya, dengan mengenal ciri-ciri atau sifat dari
benda, orang atau peristiwa.
Dari penulisan pembagian fase di atas, justru banyak
unsur persamaannya diantara kedua teori yang ditulis. Ringkasnya, pengamatan
anak dalam periode sekolah rendah itu berlangsung, secara garis besarnya dapat
disintesiskan sebagai berikut :
“ Dalam masa anak sekolah, perkembangan pengamatan merupakan
peralihan dari keseluruhan, menuju pada bagian-bagiannya, menerima dengan pasif
menuju pada sikap pemahaman atau menuju ke arah pengertian. Dari dunia fantasi
menuju dunia realitas” (Kartono, 1995 : 136 – 137).
b. Aspek
Tanggapan
Tanggapan biasa didefinisikan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan dan tanggapan ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Tanggapan masa lampau yang sering
disebut sebagai tanggapan ingatan.
2. Tanggapan masa sekarang yang bisa
disebut sebagai tanggapan imaginatif
3. Tanggapan masa depan yang bisa disebut
sebagai tanggapan antisipatif
Oleh karenanya peranan tanggapan mempunyai peranan penting juga bagi tingkah laku, maka hendaknya pendidikan mampu mengembangkan dan mengontrol tanggapan-tanggapan yang ada pada anak didik sehingga dengan demikian akan berkembang suatu kondisi motifatif bagi perbuatan belajar anak didik (Sumanto, 1990, : 23 – 24).
c. Aspek
(Perkembangan) Fantasi
Fantasi didefinisikan sebagai kemampuan daya jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan tanggapan yang telah ada, dan tanggapan baru itu tidak harus sesuai dengan kenyataan (Dakir, 1986 : 72). Dalam fantasi ini, tidak perlu harus didahului oleh suatu rangsangan tertentu. Tetapi begitu keinginan untuk berfantasi maka seketika itu fantasi yang dikehendaki terjadi, fantasi dapat dibedakan atas :
1) Fantasi sengaja dan disadari
Fantasi sengaja merupakan usaha imajiner dari subyek
secara sengaja dan disadari. Fantasi sengaja ini dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
1. Fantasi sengaja secara pasif yaitu yang
tidak dikendalikan oleh pikiran dan kemauan.
2. Fantasi sengaja secara aktif yaitu yang dikendalikan oleh
pikiran dan kemauan.
2) Fantasi tidak disadari
Fantasi tidak disadari merupakan usaha dari subyek yang
tidak disadari sehingga prosesnya sangat bebas, berubah dan tidak dengan
pimpinan (Dakir, 1986 : 73).
Dalam perkembangan fantasi sejak anak berumur 5 – 6
tahun, perhatiannya mulali ditujukan ke dunia luar, misalnya melalui hiburan-hiburan,
diantara membaca buku-buku cerita.
Baik fantasi sengaja maupun tidak sengaja, keduanya
dapat bersifat mengabstrasikan atau mengkombinasikan. Fantasi mengabstrasi-kan
apabila fantasi itu membentuk gambaran dengan menghilangkan bagian-bagian
diantaranya. Fantasi mendeterminasikan, apabila fantasi itu membentuk gambaran
baru dengan menggunakan skema tertentu. Fantasi bersifat mengkombinasikan
apabila fantasi itu menggabungkan beberapa tanggapan (Sumanto, 1990 : 25)
d. Aspek
Perkembangan Ingatan dan Berpikir
Ingatan atau mengingat adalah memproduksi segala sesuatu
yang telah disimpan dalam jiwa atas dasar akibat pencaman. Pencaman berarti
meletakkan kesan sedemikian hingga tersimpan dan dapat diproduksi. Dari unsur
mengingat adalah mencamkan, mengingat dan memproduksi (Dakir, 1986 : 60). Dan
pikiranpun dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar bagian
pengetahuan yang telah ada dalam diri yang dikontrol oleh akal. Jadi disini
akal adalah sebagai kekuatan yang mengendalikan pikiran yang telah dimiliki
atau diperoleh oleh manusia (Sumanto, 1990 : 29).
Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah dasar
berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang. Anak betul-betul ada
dalam stadium belajar. Di samping keluarga, sekolah memberikan pengaruh yang
sistematis terhadap pembentukan akal budi anak. Pengetahuannya bertambah secara
pesat. Banyak keterampilan mulai dikuasai dan kebiasaan-kebiasaan tertentu
mulai dikembangkannya. Dan hasrat untuk mengetahui realitas benda dan
peristiwa-peristiwa mendorong anak untuk meneliti dan melakukan eksperimen.
Minat anak pada periode tersebut tercurah pada segala
sesuatu yang sangat aktif dinamis. Segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan
tertuju pada macam-macam aktivitas. Semakin banyak dia berbuat, makin
bergunalah aktivitas tersebut bagi proses pengembangan kepribadiannya. Ingatan
anak pada usia 8 – 12 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling
kuat. Dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak (Kartono, 1995
: 138).
Dari beberapa pemaparan aspek-aspek yang berkembang
dalam fase-fase perkembangan jiwa anak di atas, merupakan diantara perkembangan
yang bisa diamati pada anak. Namun demikian bagi penulis cukuplah untuk
mengetahui masa perkembangan akhir anak, sehingga dapat dijadikan bahan untuk
menentukan formulasi proses belajar mengajar yang tepat bagi perkembangan anak
tersebut dalam sistem pendidikan Islam. Dan mudah-mudahan bisa menentukan
proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
0 komentar:
Posting Komentar