Selasa, 27 Maret 2012

TEORI DAN FASE BELAJAR

Unknown


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar belakang
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat pundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya pada guru. Kekeliruan/ketidak-lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.
B.       Rumusan masalah
1.      Apakah definisi belajar?
2.      Bagaimana fase-fase dalam belajar tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi dan Contoh Belajar
1.      Definisi belajar
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghapalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/ materi pelajar. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.
Di samping itu, ada pula yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Persepsi ini biasanya akan merasa puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu, walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.
Untuk menghindari ketidaklengkapan tersebut penyusun akan melengkapi sebagian Definisi dengan komentar dan interprestasi seperlunya. Skiner, yang dikutip Barlow (1985), dalam bukunya Educational Psychology The Teaching-Learning Process, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya, B.F Skimer percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).[1]
Chaplin, dalam Dictionary Of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam Rumusan. Rumusan pertama berbunyi belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya, belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.[2]
Hintzman dalam bukunya menyatakan, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. With dalam bukunya menyatakan, belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary Of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, biasanya sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif. Kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperbuat. Dalam definisi ini terdapat empat macam Istilah yang esensial dan perlu disoroti untuk memahami proses belajar.
a.       Relatively permanent, yang secara umum menetap
b.      Response potentiality, kemampuan bereaksi
c.       Reinforce, yang diperkuat
d.      Practice, praktek atau latihan
Bigg, mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif. Secara kuantitatif, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.
Secara intitusional (tinjauan kelembagaan) belajar dipandang sebagai proses validasi atau pengabsahan tehadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Sedangkan belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam belajar. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya atau lingkungannya. Faktor-faktor yang menyangkut yang ada dalam individu di antaranya menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu. Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh di luar diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Aspek jasmaniah mencakup kondisi kesehatan jasmani dari individu. Seseorang yang mempunyai kondisi kesehatan dan jasmani yang baik maka ia akan baik pula dalam mengikuti proses belajar.[3]
2.    Definisi proses Belajar
Proses dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”. Menurut Chaplin (1972), proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan.[4]
Dalam psikologi belajar proses berarti cara-cara/langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai hasil-hasil tertentu. Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa.
3.      Contoh Belajar
Seorang anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba memainkan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakannya pada suatu permukaan atau dataran. Perilaku “memutar” dan “meletakan” tersebut merupakan respon atau reaksi atas rangsangan yang timbul pada mainan itu.
Pada tahap permulaan, respon anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan sempurna.
Sehubungan dengan contoh itu belajar dapat dipahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki serentetan reaksi atas situasi atau rangsangan yang ada.
4.      Arti Penting Belajar
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap unsur pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tap pernah ada pendidikan sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang Berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikanpun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam menguasai prose perubahan manusia itu.[5]
Belajar memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persiapan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar.
Dalam perspektif keagamaanpun belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya “……niscaya Allah akan meningkatkan beberapa derajat kepada orang-orang yang beriman dan berilmu”.
Seorang siswa yang menempuh proses belajar yang ideal yaitu ditandai munculnya pengalaman-pengalaman psikologi baru yang positif yang diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sikap, sifat dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan destruktif (merusak).
5.      Belajar, Memori serta Pengetahuan dalam Perspektif Psikologi dan Agama
a.      Perspektif Psikologi
Menurut para ahli psikologi pendidikan, khususnya yang tergolong cognitifist (ahli sains kognitif), sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori dan pengetahuan sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system, yakni sistem Penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia.
Dalam otak kita ada yang dinamakan skema (skema kognitif) adalah semacam file yang berisi informasi dan pengetahuan sejenis seperti linguistic schema untuk memahami kalimat. Cultural skema untuk menafsirkan mitos dan kepercayaan adat dan seterusnya. Skema ini berada dalam sebuah kumpulan yang disebut schemata atau schemas (jamak dari schema) yang tersimpan dalam sub sistem akal permanen manusia.
Menurut Best, setiap informasi yang kita terima sebelum masuk dan diproses oleh sub sistem akal pendek (short term memory) terlebih dahulu di simpan sesaat atau Tepatnya lewat karena dalam waktu sepersekian detik yang disebut sensory memory alias sensory register yakni subsistem penyimpanan pada saraf indera penerima informasi dalam dunia kedokteran subsistem ini disebut “syaraf sensori” yang berfungsi mengirimkan influsi ke otak.[6]
Ditinjau dari sifat dan cara penerapannya, ilmu pengetahuan terdiri atas dua macam, yakni; declarative knowledge dan procedural knowledge. Pengetahuan deklaratif dan prosedural proporsional ialah pengetahuan mengenai informasi factual yang pada umumnya berfsifat statis-nomatif dan dapat dijelaskan secara lisan isi pengetahuan ini berupa konsep-konsep yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi tulisan/lisan dengan demikian pengetahuan deklaratif adalah knowing that atau “mengetahui bahwa”. Juga disebut state able concept and fact, yaitu konsep dan fakta yang dapat dinyatakan melalui ekspresi lisan.[7]
Sebaliknya pengetahuan prosedur adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis. Namun, pengetahuan didemonstrasikan dengan perbuatan nyata. Jadi, pengetahuan prosedural lazim disebut sebagai knowing how atau “mengetahui cara” melakukan sesuatu perbuatan pekerjaan dan tugas tertentu.
Selanjutnya ditinjau dari sudut sejenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri dari dua macam.
1.    Semantic memory (memori semantic), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
2.    Episodic memory (memori episodik), yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
b.      Perspektif Agama
Islam menurut Yusuf Al Qadrawi, adalah aqidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta. Hal ini tersirat dalam Firman Allah SWT, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan Kecuali Allah” (Surat Muhammad: 19).
1.    Allah Berfirman, “….apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran” (Az-Zumar: 9).
2.    Allah Berfirman, “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui….” (Al-Isra:36).
3.    Dalam Hadits Riwayat Ibnu ‘Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai sekalian manusia, belajarlah! Karena pengetahuan hanya didapat melalui belajar….”.
6.      Ragam Alat Belajar
Alat-alat yang bersifat fisio-psikis itu dalam hubungan dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang satu sama lain berhubungan secara fungsional. Ragam alat fisio-psikis itu adalah sebagai berikut:
a.       Indera penglihat (mata) yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual.
b.      Indera pendengar (telinga), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal.
c.       Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).
B.       Fase-Fase Belajar.
Menurut Jerome S. Bruner, salah seorang penentang teori S.R Bond, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase.[8]
1.       Fase informasi (tahap penerimaan materi)
2.       Fase transformasi (tahap pengubahan materi)
3.       Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
Menurut Wittig, dalam bukunya Psychology Of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam 3 tahapan.[9]
1.       Actuation (tahap perolehan/penerimaan informasi)
2.       Storage (tahap penyimpanan informasi)
3.       Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Ada beberapa langkah-langkah dalam belajar yang diaplikasikan oleh setiap individu untuk mencapai tujuan belajar, di antaranya, sebagai berikut;[10]
  1. Mendengarkan; adalah salah satu aktivitas belajar, setiap orang belajar di sesekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode cerama, maka setiap siswa atau mahasiswa di haruskan m,endengarkan apa yang guru (dosen) sampaikan.
  1. Memandang; yang dimaksud di sini adalah mengarahkan suatu penglihatan ke suatu objek. Di kelas, seorang pelajar memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang baru saja di guru tulis, tulisan yang pelajar pandang itu menimbulkan kesan dan selanjutnya tersimpan dalam otak.
  1. Meraba, Membau, dan Mencicipi / Mencecap; adalah indra manusia yang dapat di jadikan sebagai alat untuk kepentingan belajr, artinya aktivitas meraba, membau. Dan mencecap dapat memberikan kesempatan bagi orang untuik belajar. Tentu saja aktivitasnya harus di sadari oleh suatu tujuan.
  1. Menulis atau mencata; catatan sangat berguna untuk menampung sejumlah informasi, yang tidahanya bersifat fakta-fakta, melainkan juga terdiri atas materi hasil dari bahan bacaan.
  1. Membaca; membaca adalah aktivitas yang paling banyak di mlakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca salah jalan menuju pintu ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju pinti ilmu pengetahuan ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus di lakukan kecuali memperbanyak membaca.
  1. Mencari ikhtisar atau ringkasan dan menggaris bawahi
  2. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
  3. Menyusun paper atau kertas kerja
  4. Mengingat
  5. Berfikir
  6. Latihan atau praktek
BAB III
PENUTUP / KESIMPULAN
Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar, dengan kemampuan berubah itu manusia secara bebas dapat mengeksplorasikan, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidu-pannya.
Belajar juga memainkan peranan penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Akibat Persaingan tersebut kenyataan tragis juga bisa terjadi karena belajar.
Meskipun ada dampak negatifnya dari hasil belajar sekelompok manusia tertentu, kegiatan belajar memiliki arti penting, karena belajar berfungsi untuk mempertahankan kehidupan manusia artinya dengan ilmu dan teknologi, hasil belajar kelompok manusia tertindas itu dapat digunakan untuk membangun benteng petahanan.
Selanjutnya dalam persfektif Keagamaan belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajatnya meningkat seperti dijelaskan dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11. Ilmu dalam hal ini harus berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan jaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.
 
DAFTAR PUSTAKA


Atkinson, Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara.
Chaplin, James P., Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press, 2005.
http://anakciremai.wordpress.com/category/makalah-psikologi/
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2132529-mendefinisikan-belajar-dalam-rumusan-kuantitatif/#ixzz1IR0kCPR9
http://72.14.235.132/search?q=cache:yeRhTvLNFuAJ:www.kampusislam.com
Sudarsono, Pengantar Kuliah Psikologi Umum, Fak. psikologi Unas Pasim, 2004.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Press, 1982.


[1] http://anakciremai.wordpress.com/category/makalah-psikologi/
[2] Chaplin, James P., Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta: Rajawali Press, 2005), h. 134
[4] Chaplin, James P., Kamus Lengkap Psikologi…., h, 135.
[5] Atkinson, Pengantar Psikologi. (Batam:.Interaksara, tt.), h. 23.
[6] Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian. (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 65.
[7] Sudarsono, Pengantar Kuliah Psikologi Umum, (Fak. psikologi Unas Pasim, 2004), h. 37.
[8] Sudarsono, Pengantar Kuliah Psikologi Umum, ……….., h. 52.
[9] Ibid.
[10] http://72.14.235.132/search?q=cache:yeRhTvLNFuAJ:www.kampusislam.com

0 komentar:

Posting Komentar

 

Teknologi

Resources